Hallo…
Maafkan jika lamaaa aku
nggak menulis tentang Hanum. Banyak hal yang terjadi. Aku harus mengumpulkan kekuatan
dulu (kekuatan?) untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Namun beberapa
ringkasannya ada di status fbku. Tentang sedikit riwayat medis Hanum ada di What Happen with Hanum?
Setelah menjalani fisioterapi rutin, Alhamdulillah
cukup baik progress Hanum. Makan jadi lebih banyak karena stimulasi oral, gerak
motoriknya juga banyak kemajuan, sembelitnya berkurang drastis, head controlnya semakin baik, kejangnya pun teratasi selama 3 bulan terakhir. Besar harapan kami Hanum bisa bebas kejang dan bisa mandiri.
Anak dengan CP setauku jarang yang bisa sempurna seperti anak normal, kecuali…
tentu jika Allah Menghendaki J
Apa sih yang nggak bisa, jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki? Tentang CP ada
di sini, ya.
2 bulan menemani kami, akhirnya Ayah Hanum harus
kembali bekerja. Tinggallah aku dan Hanum di Yogyakarta bersama teman-teman
yang menjadi saudara. Alhamdulillah semua baik-baik aja saat itu, hingga
tiba-tiba, tepat 10 hari setelah Ayah Hanum berangkat ke Bengkulu, pukul 4 sore Hanum mengalami kejang disertai demam
yang nggak terlalu tinggi. Iya, demamnya masih di bawah 38 dc. Aku berikan
paracetamol, tapi masih tetap demam. Hanum lesu tapi masih mau minum
sedikit-sedikit. Mungkin benar kata orang, anak perempuan biasanya dekat dengan
ayahnya.
Aku ditemani mbak Yuni
melarikan Hanum ke IGD RS Condong Catur. Ya nggak lari juga sih, kami naik motor. Udah
nggak sabar kalo harus nunggu taksi datang. Di IGD RS Condong Catur, dokter
jaga memberikan obat kejang via dubur. Kebetulan dr. Agung Triono, Sp.A
yang biasa menangani Hanum sedang cuti saat itu. Akhirnya dokter jaga menyuruh
kami pulang setelah melihat kondisi Hanum. Kami pulang malam pukul 22.00 WIB.
Aku memang nggak kuat terlalu
lelah apalagi ditambah stress, kepalaku sering pusing dan berkunang-kunang
(belakangan baru tau bahwa pusing-pusing dan sering berkunang-kunang yang
sering aku rasakan sejak kecil disebabkan karena aku mengalami Anemia Defisiensi Besi, begitu kata Dokter. Kadar Ferritin di bawah batas normal). Sesampainya di rumah, aku
langsung tidur, ditemani mbak Yuni. Sekitar pukul 02.00 WIB aku terbangun. Hanum
masih tidur. Badannya masih anget. Lalu pukul 04.00, aku bangun lagi. Astagfirullah,
Hanum tidur sambil kejang, badannya panas tinggi. Langsung saya ketok pintu kamar
mbak Yuni lagi. Dan kami bawa Hanum kembali ke IGD RS Condong Catur. Di sana
Hanum diberikan obat kejang via dubur lagi. Kejang berhenti. Dokter menyarankan
rawat inap. Dalam beberapa jam, Hanum mengalami kejang berulang 5 kali,
badannya masih demam, dan Hanum tidak sadar. Dokter harus merujuk Hanum ke RS
yang lebih besar untuk dirawat di PICU. Tapi semua PICU di RS wilayah Yogyakarta penuh
selain RS Hermina. Atas saran dari terapis Hanum, kami menunggu. Hingga
akhirnya, Hanum dirujuk di RS Sardjito Yogyakarta. Di saat yang sama, Ayah
Hanum sampai di RS.
sumber |
Kami masuk ke IGD RS Sardjito
Yogyakarta. Rasanya seperti membuka luka lama yang aku rasakan saat putri
pertama kami, Dea Azmi Nadhira, dirawat di RS. Dokter
memasang ventilator pada Hanum, sama seperti yang dialami Dea dulu. Lalu Hanum dirawat di PICU, ditangani oleh
beberapa dokter PICU. Kurang lebih 2 minggu Hanum tidak sadar. Kejang+demam+penurunan kesadaran adalah
gejala khas radang otak (Ensefalitis). Hasil CT Scan memperkuat diagnosa itu. Kami hanya orang bodoh yang tak begitu
paham masalah kesehatan, apalagi istilah-istilah medis. Kami browsing semua tentang ensefalitis dari
web yang terpercaya. Meski bahasa Inggris kami kacau, setidaknya
artikel-artikel itu sedikit bisa kami pahami. Masih ada harapan akan membaik,
pikir kami saat itu. Ada 17 diagnosa yang ditulis oleh dokter di PICU. 1
diagnosa aja bikin pusing, nah ini 17 L Semuanya kami catat dan satu persatu kami cari tau artinya di internet. Mbah Google sangat membantu.
Dokter sempat merencanakan trakeostomi karena beberapa alasan. Tapi Subhanallah,
tiba-tiba kondisi Hanum membaik dan trakeostomi dibatalkan. Alhamdulillah…
Hanum turun ke bangsal Melati 1. Setelah 1 bulan dirawat di RS, kami pulang.
Bahagia? Jelas. Tapi entah kenapa, melihat nafas Hanum sepertinya ada yang
berbeda. Tapi, tetap positif thinking, seperti kata Phunsukh Wangdu dalam film 3 Idiot, All is well…
Selama di rumah, kondisi Hanum
mengkhawatirkan. Kami menyediakan tabung oksigen di rumah. 2 hari setelah
pulang, jadwal Hanum kontrol di Poli anak RS Sardjito. Saat diperiksa, Hanum
menangis dan mengalami apnea (henti nafas). Wajah, kaki, dan tangannya biru.
Dan lagi, Hanum harus dirawat di PICU. Saat kedua kalinya masuk PICU, kami
lebih banyak bertanya pada dokter residen karena kami jarang bertemu dengan
dokter spesialis anak PICU.
Dugaan dokter, Hanum mengalami Breath Hoding Spell. Semua hal tentang
Hanum kami tanyakan. Walau apapun yang terjadi, setidaknya aku tau kondisi
Hanum dengan jelas. dr. Agung Danar R. dan dr. Dian Kesuma P. yang saat itu banyak menjawab pertanyaan
kami. Mereka menjelaskan sampai detail di setiap istilah yang tak kami
mengerti. Hasil MRI 2x, hasil CT Scan, EEG, rontgen paru, hasil tes darah, dll
semuanya dijelaskan dengan runtut. “Terima kasih banyak, Dokter…”
Selama 2 minggu di PICU kedua
kalinya, kondisi Hanum masih sering apnea, sering biru, SPO2 pernah mencapai
2%. Nggak ada yang bisa kami lakukan selain memohon yang terbaik kepada Allah.
Kami tak ingin mengatur Allah agar sesuai dengan kemauan kami, tapi sebaliknya,
biarlah Allah Yang Maha Mengetahui yang memberikan keputusan.
Waktu cuti Ayah Hanum habis, aku
harus menunggu Hanum bersama ibuku. Tapi ibuku juga tak bisa lama-lama
menemaniku, karena di rumah beliau merawat mbah yang sudah manula (Simbah sudah
wafat saat aku menulis ini, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un…). Kondisi Hanum
membaik, frekuensi kejangnya berkurang. Lalu kami turun ke bangsal Melati 1
(lagi). DI bangsal, bertambah 1 lagi diagnosa dokter untuk Hanum, Laryngomalacia (maaf, tentang laryngomalacia ini aku juga belum sempat bertanya pada dokter dan belum menemukan artikel yang jelas). Setelah 2 minggu di bangsal, akhirnya dokter Spesialis anak (saat itu Hanum ditangani oleh Prof.
DR.dr. ES. Herini, Sp.A(K)) mengizinkan kami pulang. Betapa lega rasanya saat
itu. Huff…
Hanum dan Bu Nyoman |
Baru 3 malam di rumah, pukul 5
pagi, Hanum mengalami kejang tanpa demam, lamaaa sekali nggak berhenti walau
aku berikan obat kejang Stesolid (diazepam) sesuai petunjuk dokter. Akhirnya
kami membawanya (lagi) ke IGD RS Sardjito. Setelah 2,5 jam kejang baru
berhenti. Dan akhirnya Hanum harus dirawat inap (lagi dan lagi) di bangsal
Melati 1. Berkali-kali Hanum dirawat, membuat perawat hafal nama Hanum. Alhamdulillah,
perawat-perawatnya sangat baik, mereka banyak membantuku yang harus sendirian
menunggu Hanum. Aku semakin yakin, Allah memberikan setiap ujian sepaket dengan
berbagai kemudahan.
“Terima kasih ya Allah, terima kasih juga buat para
perawat…”
Setelah 5 hari dirawat, Hanum
diperbolehkan pulang. Di rumah, kondisi Hanum semakin baik. Stimulasi NS oleh
terapis home visite membantu oralnya membaik. Hanum bisa makan bubur, Hanum bisa
ketawa-ketawa lagi, tangan kakinya aktif lagi, ngoceh-ngoceh cantik, hingga
sebulan kemudian… Hanum diare disertai demam dan kejang. Perlahan kesadarannya
menurun. Badanku lemas. Entah keberapa kali Hanum kami larikan ke IGD RS
Sardjito.
Ibuku kembali datang menemani. Kondisi
Hanum membaik, diare stop, kejang stop, ia masih tersenyum sedikit-sedikit,
hingga hari kamis, hari keempat Hanum dirawat, dadanya bergetar. Detak
jantungnya sangat cepat. Aku bilang pada perawat, lalu dipanggilkan dokter.
Shock jantung, kata dokter saat itu. Hanum dinyatakan kritis (ini ketiga
kalinya). Aku melantunkan doa yang sama seperti yang aku ucapkan di PICU. Allah lebih tahu yang
terbaik. Apapun itu, akan aku terima.
Ayah Hanum belum bisa pulang saat itu. Jadwal penerbangan paling cepat Jumat jam 3 sore. Beliau hanya bisa pasrah, menemani kami melalui video call. Terbayang saat-saat terakhir Dea di RS. Aku nggak sanggup melihatnya, aku hanya mampu menangis dalam pelukan ayahnya. Tapi saat-saat terakhir Hanum ayahnya jauh, dan aku harus kuat mengantarnya dalam pelukan, dalam dzikir.
Dokter sudah berusaha melakukan apa yang mereka bisa lakukan. Perawat sudah merawat sebaik yang mereka bisa. Allah begitu menyayangi Hanum. Tepat setelah Adzan sholat Jumat, aku merasakan desahan nafas terakhirnya, tanpa ayah di sampingnya... Hanya bersama Bunda dan Utinya.
Ayah Hanum belum bisa pulang saat itu. Jadwal penerbangan paling cepat Jumat jam 3 sore. Beliau hanya bisa pasrah, menemani kami melalui video call. Terbayang saat-saat terakhir Dea di RS. Aku nggak sanggup melihatnya, aku hanya mampu menangis dalam pelukan ayahnya. Tapi saat-saat terakhir Hanum ayahnya jauh, dan aku harus kuat mengantarnya dalam pelukan, dalam dzikir.
Dokter sudah berusaha melakukan apa yang mereka bisa lakukan. Perawat sudah merawat sebaik yang mereka bisa. Allah begitu menyayangi Hanum. Tepat setelah Adzan sholat Jumat, aku merasakan desahan nafas terakhirnya, tanpa ayah di sampingnya... Hanya bersama Bunda dan Utinya.
Innalillahi wa innailaihi roji'un...
Selamat
berbahagia, putriku...
Bermainlah bersama mbak Dea dan anak-anak surga lainnya.
Bermainlah tanpa rasa sakit,
Sayang…
Taukah, Kawan? Apapun kondisimu,
Hidup ini indah. Aku berusaha bahagia hingga saat ini, walau hanya dengan
bermain bersama keponakan, cucu, dan anak tetangga. Biarlah seperti ini dulu, sambil
menunggu saatnya nanti, semoga Allah mempercayai kami untuk mendapat amanahNya.
Saat ini kami masih bingung. Serasa menghadapi jalan buntu. Ingin rasanya
melangkah jauh, tapi jalan itu belum terlihat. Tapi, bukankah Allah tidak
menyukai orang yang berputus asa? Mungkin ini cara Allah melatih kami sabar.
Mungkin ini cara Allah mengubah cara kami berpikir. Kami bukanlah orang yang selalu kuat dan tegar bagai karang, kami
hanya berusaha menerima setiap keputusanNya.
Anak-anakku...
Ayah dan Bunda selalu menyayangi kalian.
Tak mengapa jika sekarang kita belum bisa berkumpul di dunia.
Semoga kelak, Allah mengumpulkan kita di surgaNya. Biarlah kami di dunia,
berusaha memperbaiki diri dulu.
Sekarang mbak Dea pasti sudah besar, sudah hampir 5,5 tahun.
Pasti cantik J
Adek Hanum juga sudah 2 tahun, pasti manis dan mirip sama
mbak Dea. Bermainlah, sayang-sayangku… Ayah dan Bunda percaya, kalian bahagia,
kalian tak lagi harus kesakitan merasakan jarum suntik, selang ngt, atau
ventilator itu. Maafkan jika Bunda masih cengeng, Nak, Bunda hanya merindukan
kalian… Meski kita tak bersama, tapi
kalian tetap ada dalam hati kami.
Berbahagialah putri-putriku…