ABK (Anak berkebutuhan Khusus) sering juga disebut anak
istimewa, anak spesial, bahkan ada juga yang menyebut anak cacat. Ah, apapun
sebutannya, aku bangga memilikinya. Ya, dong bangga. Memang sih, saat dulu
awal-awal menyadari keterlambatan perkembangan Hanum, aku sempet down.
Kemana-mana selalu merasa jadi pusat perhatian. Perasaan menjadi lebih
sensitif. Lihat orang memandangi Hanum dengan aneh, langsung melotot sambil
ngomel, “ Heh! Ngapain sih liat-liat! Nantang? Ngajakin berantem?” dalam hati
tapi ngomelnya, hahaha. apalagi kalo ada teman bertanya, “Anaknya udah bisa apa?”
Hadewhhh… pikiran su’udzon langsung muncul. “Ngapain sih tanya-tanya. Sombong banget
mentang-mentang anaknya udah bisa macem-macem!” Ya, begitulah. Aku sulit
mengendalikan emosi. Padahal pertanyaan seperti itu sangat wajar, kan? Aku juga
sering nanyain itu sama teman-teman yang punya bayi. Tapi ya itu tadi,
perasaanku menjadi sangat sensitif, melebihi PMS pokoknya.
Setelah bertemu emak-emak senasib (ya bukan emak semua sih,
ada bapak-bapak juga), rasanya perasaanku lebih stabil. Hey! I’m not alone.
Banyak ABK lain yang keadaannya lebih menyedihkan daripada Hanum. Ortu mereka
aja nggak nyerah, Bunda Hanum juga harus semangat dong! Mereka berjuang untuk
anaknya, aku juga nggak boleh kalah. Satu hal yang selalu aku ingat, aku nggak boleh menangis di depan Hanum, walalupun dia masih bayi.
Sekarang kalo ada yang memandangi anakku dengan heran, aku
senyumin aja yang manis. Masih kurang manis? bolehlah kasih madu, xixixi. Kalo ada yang tanya anaknya kenapa?
Aku jelasin aja ada apanya, eh apa adanya. Tentu dengan bahasa yang mudah
dimengerti, ya. Tapi paling pusing itu, kalo ada orang yang bertanya, tapi
sotoy alias sok tau. Penjelasanku diabaikan, omongannya sendiri yang bener.
Kalo udah ketemu orang kayak gitu, speechless aja lah. Sekali lagi, senyumin
yang muanis ^_^
Walaupun aku merasa bangga dan berbesar hati memiliki ABK,
bukan berarti aku selalu bisa bahagia dan tersenyum. Aku hanya manusia biasa.
Kadang merasa sedih juga melihat anak-anak lain yang seumuran Hanum udah bisa
lari-lari, makan sendiri, naik sepeda dan sebagainya. Kadang aku merasa lelah.
Kadang aku merasa bosan. Tapi putus asa? Ah, semoga tidak akan pernah. Aku
percaya, ada hikmah dibalik ini.
Sedih itu, saat orang-orang menganggap aku nggak becus
ngurus anak. Makanya anaknya gitu. Emang ada? Banyakkk. Bahkan kadang anggapan
itu datang dari orang-orang terdekat. Sakitnya
tuh di sini, nyesek di hati banget. Kalo udah gitu, keluarin jurus tutup mata
tutup telinga aja. Tapi nggak sampe tutup hidung + tutup mulut lho.
Lebih sedih itu, saat mendengar orang bilang, anak sakit
karena dosa orang tuanya. Kalo masalah itu, Allahua’lam ya. Tapi saat omongan
itu datang, aku jadi berpikir gini, Kalo emang beneran anak sakit karena dosa
ortu, berarti ortu yang anaknya sakit harus gembira, harus bersyukur, harus
ekstra semangat merawat anaknya. Kenapa? ‘kan kalo anak sakit karena dosa orang
tuanya, berarti perjuangan ortu untuk merawat anak yang sakit bisa meringankan
siksa di akhirat kelak. Lagi-lagi Allahua’lam. Tapi setidaknya dengan berpikir
seperti itu, aku menjadi lebih tenang dan semangat merawat Hanum. Husnudzon dan husnudzon sama Allah.
Ortu dengan ABK adalah ortu pilihan (bukan berniat memuji diri
sendiri lho, ya). ABK dan orang tuanya nggak butuh dikasihani. Justru kadang
kami makin sedih jika dikasihani. Ortu dengan ABK nggak suka anaknya
dibanding-bandingkan, apalagi dengan anak normal. Ortu dengan ABK hanya perlu
dukungan dan doa dari orang-orang disekitarnya.
Nggak usah berlarut dalam kesedihan saat Allah memberikan
amanah seperti mereka. Ikhlaslah. Bersemangatlah. Dampingi mereka untuk
berjuang. Nggak perlu kita mentarget mereka harus bisa seperti anak-anak
normal. Mereka istimewa. Cukup lakukan aja bagian kita, Ikhtiar dan berdoa. Sisanya,
urusan Allah.
Berbahagialah jika anak istimewa kita bisa mandiri. Bersabarlah
jika anak kita hanya seperti itu kemampuannya. Nggak apa-apa. Jangan sekalipun
menyalahkan mereka jika belum bisa ini dan itu, begini dan begitu. Mereka udah
berjuang. Mereka udah berusaha. Mereka sama sekali nggak salah. Nggak ada yang
salah. Mungkin Allah punya rencana untuknya, untuk kita.
Keep Ikhlas, Ayah Bunda! Keep Spirit! Anak kita adalah anak
hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar