Jumat, 01 Juli 2016

Medis, Pengobatan Alternatif, atau herbal?

Ulasan berikut ini versi aku, ya, jadi cuma sekadar sharing dari orang bodoh ini. Cmiiw.

Sebelum menikah, tiap kali sakit flu atau pusing, aku biarin aja sampe hilang sendiri sakitnya. Nggak suka minum obat-obatan. Kalo sakitnya kayak diare, aku makan pucuk daun jambu biji aja. Seringnya sih sembuh.  Tapi kalo udah maem pucuk daun jambu biji dan nggak sembuh, ya mau nggak mau minum obat dari bidan/dokter. Nggak enak juga kalo diare terus. Lemes.
sumber : http://www.alodokter.com/sehat-berkat-tahu-cara-membuat-minyak-kelapa-sendiri

Saat hamil anak pertama, disuruh minum minyak kelapa, aku minum aja sih. Kalo kata orang tua biar gampang saat melahirkan. Tapi kenyataannya beda, hehehe. Disuruh minum air rumput Fatimah, aku minum juga. Katanya sih biar nggak sakit pas bersalin. Tapi bukan melahirkan namanya kalo nggak ngerasain sakit. Aku tuh suka sayuran, tapi pas hamil sayuran rasanya jadi aneh, hahaha. Hamil kedua, tanpa minum minyak-minyakan, tanpa rumput Fatimah dan sebagainya. Alhamdulillah lancar persalinan kedua.

Nah, saat punya anak pertama, Dea, semua berubah. Setelah mengetahui ada yang berbeda dengan Dea, aku lakukan apa aja untuknya. Pertama pijat biasa sih, sama dukun bayi. Nggak ngaruh. Lalu ke dukun bayi yang katanya senior. Dipijat-pijat gitu, sama disuruh ngasih sawanan bengle dan dlingo. Nggak ngaruh juga. Ada lagi yang testimoni tentang dukun tua yang sering didatangi orang untuk mengobati anaknya yang sakit. Di sana Dea dipijit juga. Dikasih “resep” (tapi nggak bisa ditebus di apotek, ya). Resepnya antara lain Bengle, dlingo, rumah rayap, akar padi de el el lah pokoknya. Nggak ngaruh juga. Lalu sama salah seorang nakes menyarankan ke pijat syaraf. Dea nggak dipijat kayak di tempat dukun bayi. Cuma dipijit telapak kaki dan tangan aja. Terus dikasih semacam minuman gitu. Lagi-lagi nggak ngaruh. Terakhir ke tempat dukun pijet yang katanya pernah menyembuhkan anak yang cacat (dari cerita beliau, kayaknya si anak CP). Dipijet juga. Masih tetep nggak ngaruh.

Tiap ikhtiar alternatif itu, aku lakukan rutin minimal 5x, kecuali pijat syaraf. Malah yang terakhir sampe sepuluh kali. Banyak yang bilang Cuma ngecer-ecer (baca: buang-buang) duit, sih. Ah, mereka bilang kayak gitu karena nggak pernah ngerasain gimana jadi aku. Tapi walaupun saat itu Dea menjalani pengobatan alternatif, tetap aku bawa dia ke dokter. Dea tetap minum obat yang diresepkan dokter, menjalani berbagai tes dan yang lainnya.

Saat Hanum pun mulai terlihat ada yang nggak beres, kami nggak tertarik pengobatan alternatif. Jadi sejak awal memang medis. Minum obat rutin, menjalani berbagai tes seperti yang aku ceritakan tentang Hanum. Fisioterapi juga rutin jika keadaannya baik. Nah, tentang fisioterapi, pernah ada seorang nakes yang bilang, “Udah, nggak usah fisioterapi. Buat apa fisioterapi? Kalo udah pernah kan tinggal meniru apa yang dilakukan terapis.” Pengen rasanya aku ngunggahi, menyangkal gitu maksudnya. Terapis itu juga butuh pendidikan. Mereka nggak sekadar pijat asal-asalan. Pendidikannya juga ada, setara kan dengan perawat atau bidan? Iya, itu salah seorang tenaga kesehatan yang bilang. Aku cuek aja. Dokter juga menyarankan fisioterapi, kok. Nakes juga manusia, kan? Mungkin dia kurang paham aja tentang ini.

Hanum juga aku kasih herbal. Macem-macem herbalnya. Tapi ya nggak semua herbal yang ditawarkan aku kasihkan sih. Karena masih ASI, aku seringnya yang minum. Herbal yang aku atau Hanum minum misalnya Habbatussauda, VCO (Virgin Coconut Oil), EVOO (Extra Virgin Olive Oil), minyak hati ikan, sari kurma (sekarang bikin Nabiz aja), spirulina (kalo pas nggak masak sayur), apa lagi ya? Itu sih kayaknya.
Yang penting hati-hati aja dalam memilih. Kadang ada penjual yang mengagungkan produknya, bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit misalnya. Banyak yang melakukan apapun demi mendapat pelanggan. Tapi nggak semuanya kayak gitu kok. Ada juga yang baik dan jujur. Herbal juga cocok-cocokan lho. Si A pake herbal X cocok dan mendapat hasil maksimal, bisa jadi herbal X tadi diminum si B dan nggak ngaruh apapun.
Bagi kami, herbal dan obat dari dokter saling menunjang. Minumnya tetap dikasih jarak. Setauku memang herbal untuk daya tahan tubuh dan mencegah penyakit, kalo udah sakit lebih efektif obat medis. Tapi balik lagi, ya, herbal/medis/pengobatan alternatif hanya perantara kesembuhan. Lalu yang menyembuhkan siapa? Allah yang Maha Menyembuhkan. “Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar